Gus Yahya: Hak Veto 5 Negara Perlemah Penegakan Piagam PBB
Penulis: Thomas Rizal | Editor: RZL
Jakarta, Beritasatu.com - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, menilai hak istimewa yang diberikan kepada lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) atau permanent five (P5) melemahkan penegakan Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR).
Gus Yahya menyampaikan pandangannya di Universitas Princeton, New Jersey, Amerika Serikat, dalam acara "The Future of the Universal Declaration of Human Rights: Toward a Global Consensus that the World Diverse Peoples, and Nations Should Strive to Fulfil," pada Rabu (13/12/2023).
Poin utama yang disorot Gus Yahya adalah dampak melemahnya legitimasi PBB akibat hak veto P5 pasca-Perang Dunia II. Gus Yahya menilai bahwa pemberian hak istimewa ini memungkinkan pelanggaran aturan oleh pihak-pihak yang mengejar tujuan politik, ekonomi, dan militer.
"Pemberian hak veto kepada kelompok yang disebut ‘P5’ terhadap resolusi-resolusi untuk menegakkan konsensus internasional yang telah disepakati sebelumnya telah melemahkan legitimasi PBB," kata Gus Yahya dalam keterangannya, dikutip Jumat (15/12/2023).
Menurutnya, kekuatan negara-negara Barat, utamanya Amerika Serikat, yang dahulu hegemonik, kini mengalami kemunduran di tengah pergeseran dunia ke arah multi-kutub.
Gus Yahya memperingatkan bahwa potensi penyalahgunaan kekuatan politik dan militer dapat menjadi momen berbahaya dalam sejarah dunia.
"Di tengah dunia yang semakin multi-kutub, kekuatan Barat dan budaya Barat saja tidak cukup untuk mempertahankan. Apa lagi menguatkan dan meningkatkan, tatanan internasional berbasis aturan yang didedikasikan untuk menjaga kedaulatan nasional dan hak asasi manusia,” kata Gus Yahya.
"Yang menjadikan situasi ini semakin berbahaya adalah penyalahgunaan kekuatan politik, militer, dan budaya Barat untuk menerapkan standar ganda, sambil mengklaim menegakkan konsensus internasional pascaperang, sehingga melemahkan kredibilitas Barat di mata negara-negara Global South,” tambahnya.
Gus Yahya menegaskan perlunya kerja sama antarumat manusia dari berbagai agama dan negara untuk membangun tatanan dunia yang lebih adil dan harmonis.
"Salah satu langkah penting adalah menyelaraskan ajaran agama kita dengan konsensus internasional yang muncul setelah Perang Dunia II dan memobilisasi komunitas kita masing-masing untuk membangun tatanan dunia yang didasarkan pada penghormatan terhadap persamaan hak dan martabat,” pungkasnya.
Komentar
Posting Komentar