Dunia Internasional,Konflik Timur Tengah
Kemarahan Global usai AS Veto Resolusi DK PBB Terkait Gencatan Senjata Gaza


New York: Amerika Serikat (AS) kembali menjadi satu-satunya negara yang memveto sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang menyerukan gencatan senjata permanen dan akses kemanusiaan tanpa hambatan di Gaza, memicu kemarahan dari banyak negara anggota dan organisasi internasional.
Dalam pemungutan suara Rabu 4 Juni 2025 di markas PBB, 14 dari 15 anggota Dewan Keamanan mendukung resolusi tersebut, namun AS menggagalkannya dengan hak veto. Resolusi itu menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen, pembebasan seluruh sandera oleh Hamas dan kelompok lainnya, serta penghapusan seluruh pembatasan terhadap masuknya bantuan ke Gaza.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyatakan bahwa veto tersebut bertujuan melindungi Israel dari tekanan yang dianggap tidak adil.
"Amerika Serikat tidak akan mendukung teks yang menyamakan Israel dengan Hamas atau mengabaikan hak Israel untuk membela diri," kata Rubio.
"Kami akan terus berdiri bersama Israel di PBB,” imbuh Rubio.
Melansir dari Channel News Asia, Kamis 5 Juni 2025, sikap AS ini merupakan veto pertama dalam isu Gaza sejak Presiden Donald Trump menjabat pada Januari 2025. Sebelumnya, AS juga menolak resolusi serupa pada November 2024.
Kecaman dari dunia internasional
Veto AS menuai reaksi keras dari berbagai pihak. Tiongkok menyebut hasil pemungutan suara sebagai bukti bahwa “penghalang utama bagi perdamaian di Gaza adalah veto berulang dari Amerika Serikat.”
Duta Besar Pakistan untuk PBB, Asim Ahmad, menyatakan bahwa kegagalan resolusi ini akan menjadi "noda moral dalam hati nurani Dewan Keamanan yang akan bergema selama beberapa generasi."
Sementara itu, kelompok Hamas mengutuk veto tersebut sebagai tindakan "memalukan", menuding AS telah “melegitimasi genosida dan membenarkan penghancuran serta kelaparan massal."
Namun, Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, menyebut langkah itu “sia-sia”, dan menilai resolusi tersebut tidak membantu penyaluran bantuan kemanusiaan.
Situasi di Gaza terus memburuk. PBB memperingatkan bulan lalu bahwa seluruh penduduk wilayah itu, sekitar dua juta jiwa terancam kelaparan. Meskipun Israel membuka sebagian perbatasan pada pertengahan Mei, jumlah bantuan yang masuk masih jauh dari cukup.
"Truk-truk bantuan hanya mengalir sedikit demi sedikit," ungkap pernyataan PBB sebelumnya. Negara-negara anggota yang mendukung resolusi menilai bahwa tindakan konkret sangat mendesak untuk menyelamatkan nyawa warga sipil.
Duta Besar Prancis untuk PBB, Jerome Bonnafont, menegaskan, "Dewan telah gagal menjalankan tanggung jawabnya, padahal mayoritas dari kita telah menyuarakan pandangan yang sejalan."
(Muhammad Reyhansyah)
0 Komentar