Golput Tinggi, Pimpinan Komisi II Nilai Pilkada dan Pilpres yang Berdekatan Lelahkan Pemilih - Kompas
Golput Tinggi, Pimpinan Komisi II Nilai Pilkada dan Pilpres yang Berdekatan Lelahkan Pemilih
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf berpendapat bahwa waktu pemungutan suara Pilkada dan Pilpres 2024 yang berdekatan akan berimplikasi pada tingginya angka golongan putih (golput) atau kurangnya partisipasi pemilih dalam Pilkada 2024.
"Yang kedua, faktor lainnya juga karena waktu yang berdempetan dengan Pilpres, Ini mungkin juga melelahkan (pemilih)," kata Dede ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Oleh karena itu, ia berpendapat perlu jeda antara pemungutan suara pilpres dan pilkada, misalnya berbeda satu tahun,
"Mungkin bisa kita lakukan ke depan perubahan dengan beda tahun misalnya," ujar politikus Partai Demokrat ini.
Baca juga: Angka Golput Tinggi, PAN Sarankan Pilpres, Pileg, dan Pilkada Digelar di Tahun Berbeda
Di lain sisi, ia menilai bahwa kurangnya angka partisipasi pemilih di Pilkada 2024 juga disebabkan oleh tidak adanya calon kepala daerah yang menarik.
Untuk itu, menurutnya, spesifikasi calon-calon kepala daerah menjadi amat penting dalam pelaksanaan pilkada.
"Ini ke depan tentu pelajaran bagi kita semua untuk benar-benar mencari calon yang memang menjadi jagonya dari masyarakat," tutur Dede.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2024 tak sampai 70 persen berdasarkan rata-rata nasional.
"Dari data-data yang tersedia memang di bawah 70 persen, tapi tentu kalau di-zoom in, masing-masing provinsi dan kabupaten/kota beda-beda. Ada juga ya provinsi sudah 81 persen, ada yang 77 persen, ada yang memang 54 persen, itu masih ada," kata anggota KPU RI Augus Mellaz dalam jumpa pers, Jumat (29/11/2024).
Berdasarkan pemantauan via Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU RI pada Jumat sore, dari 98,5 persen data yang masuk, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 hanya 68,16 persen.
Partisipasi pada Pilkada Sumatera Utara hanya 55,6 persen, sedangkan DKI Jakarta hanya 57,6 persen, terendah sepanjang sejarah.
Secara nasional, tingkat partisipasi pemilih dalam pilkada ini jauh lebih rendah ketimbang Pilpres 2024 Februari lalu yang mencapai 80 persen lebih.
Baca juga: Gagal Menang Satu Putaran, Ridwan Kamil Evaluasi Roda Partai Koalisi
Mellaz berdalih, upaya-upaya sosialisasi dan penyebarluasan informasi terkait pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 tidak berbeda dibandingkan Pilpres 2024.
"Meskipun rata-rata nasional biasanya kalau dalam konteks pilkada dibandingkan pilpres, pileg, itu biasanya di bawah," ucap Mellaz.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Komentar
Posting Komentar