Tata Cara dan Syarat Ajukan Gugatan Pilkada 2024 ke MK Usai Pengumuman KPU
-
Setiap calon kepala daerah dalam Pilkada 2024 berhak mengajukan gugatan hasil Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah KPU menetapkan perolehan suara. Bagaimana tata cara dan syarat mengajukan gugatan ke MK?
Dirangkum detikcom, Kamis (5/12/2024), tata cara dan syarat mengajukan gugatan Pilkada 2024 itu tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Kemudian mengenai syarat diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada.
Syarat mengajukan gugatan itu tertuang di Pasal 157 UU 10 Tahun 2016. Dalam Pasal itu disebutkan peserta pemilihan dapat mengajukan permohonan kepada MK paling lambat tiga hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun dalam mengajukan gugatan itu harus melengkapi alat atau dokumen bukti beserta keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi suara. Para pemohon nantinya dapat memperbaiki atau melengkapi data apabila ada yang kurang lengkap paling lambat 3 hari setelah permohonan diterima MK.
"Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara perselisihan sengketa hasil pemilihan paling lama 45 hari kerja sejak diterimanya permohonan," bunyi ayat 8.
Dalam Undang-Undang ini juga ditegaskan apapun keputusan MK nanti semua pihak diminta menghormatinya. Sebab, putusan MK final dan mengikat.
"Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bersifat final dan mengikat," bunyi ayat 9.
Masih pada aturan yang sama, pada pasal 158 dijelaskan mengenai syarat permohonan pembatalan penetapan hasil perhitungan suara di Pilgub maupun Pilwalkot/Pilbup.
Berikut bunyi Pasal 158:
1) Peserta pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara dengan ketentuan:
a. provinsi dengan jumlah penduduk sampai dengan 2.000.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% dari total suara sah hasil penghitungan suara
tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi;
b. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 2.000.000 sampai dengan 6.000.000, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi;
c. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 6.000.000 sampai dengan 12.000.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1% dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi; dan
d. provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12.000.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Provinsi.
(2) Peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara dengan ketentuan:
a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 2% dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota;
b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 250.000 jiwa sampai dengan 500.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan
apabila terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1,5% dari total suara sah
hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten/Kota;
c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 500.000 jiwa sampai dengan 1.000.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 1% dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir KPU Kabupaten/Kota; dan
d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 jiwa, pengajuan perselisihan perolehan suara dilakukan jika terdapat perbedaan paling banyak sebesar 0,5% dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir KPU Kabupaten/Kota.
Saksikan juga video: Putusan MK soal Kapan Pilkada Ulang Jika Kotak Kosong Menang
Selanjutnya tata cara
Tata Cara Ajukan Permohonan
Kemudian, untuk tata cara pengajuan gugatan Pilkada ke MK yang diatur dalam Perma mengenai status pemohon dan termohon. Pemohon dalam gugatan ini adalah pasangan calon itu sendiri atau pemantau pemilihan juga bisa menjadi pemohon atau pihak terkait.
Namun, pemantau pemilihan ini harus memenuhi syarat seperti terdaftar dan memperoleh sertifikat akreditasi dari KPU Provinsi atau Kabupaten/Kota. Dalam sidang gugatan ini nantinya ada pemohon, termohon, pihak terkait, Bawaslu Provinsi atau Kabupaten/Kota yang bisa diwakili kuasa hukum sesuai dengan surat kuasanya.
Dalam Pasal 8 Perma Nomor 3 Tahun 2004 diatur mengenai tata cara pengajuan permohonan. Sebagai berikut:
(1) Pengajuan Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. Permohonan;
b. surat kuasa khusus yang ditandatangani oleh Pemohon dan Kuasa Hukum. Dalam hal pengajuan permohonan dikuasakan kepada advokat, harus disertai fotokopi kartu tanda advokat yang masih berlaku; dan
c. alat bukti beserta daftar alat bukti yang mendukung Permohonan.
(2) Permohonan baik secara luring (offline) maupun secara daring (online)
hanya dapat diajukan 1 (satu) kali selama tenggang waktu pengajuan
Permohonan.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, antara lain
memuat:
a. nama dan alamat Pemohon dan/atau kuasa hukum, alamat surat elektronik (e-mail), serta nomor kartu tanda advokat yang masih berlaku bagi kuasa hukum yang berprofesi sebagai advokat;
b. uraian yang jelas mengenai, antara lain:
1. kewenangan Mahkamah, memuat penjelasan mengenai kewenangan Mahkamah dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara perselisihan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan sebagai objek perselisihan;
2. tenggang waktu pengajuan Permohonan, memuat penjelasan mengenai tenggang waktu pengajuan Permohonan kepada Mahkamah;
3. kedudukan hukum Pemohon, memuat penjelasan sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati, atau pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota atau Pemantau Pemilihan dalam hal Pemilihan hanya diikuti oleh satu pasangan calon.
4. alasan-alasan Permohonan (posita), antara lain memuat penjelasan mengenai kesalahan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon dan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon;
5. hal-hal yang dimohonkan (petitum), memuat antara lain permintaan untuk membatalkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan yang ditetapkan oleh Termohon dan menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon.
Diketahui, Pilkada 2024 digelar serentak seluruh Indonesia pada 27 November 2024 lalu. KPU akan mengumumkan hasil rekapitulasi suara pada 15 Desember mendatang.
(zap/imk)
Komentar
Posting Komentar