DPR Serahkan ke MK soal Batas Usia Cawapres
Jakarta, Beritasatu.com - DPR sudah menyampaikan keterangan di sidang Mahkamah Konstitusi (MK) soal ketentuan batas usia capres dan cawapres sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Dalam pandangannya, DPR menyerahkan putusan soal batas usia capres dan cawapres kepada MK.
Sidang mendengarkan keterangan DPR digelar MK pada Selasa (1/8/2023) lalu. Sidang saat itu digelar untuk tiga perkara sekaligus, yakni perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan sejumlah perorangan warga negara Indonesia, perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan oleh Partai Garda Perubahan Indonesia (Partai Garuda), dan perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh sejumlah kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun.
"Terhadap pengujian pasal yang dimohonkan pemohon pada perkara ini, DPR pun menyerahkan pada Mahkamah untuk mempertimbangkan dan menilainya," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kata Habiburrokhman, diperkirakan Indonesia memasuki bonus demografi pada 2020 sampai dengan 2030. Pada rentang waktu ini, tutur dia, jumlah usia produktif di Indonesia mencapai dua kali lipat dari jumlah usia penduduk.
Untuk itu, menurut Habiburrokhman, penduduk usia produktif ini kemudian hari dapat berperan serta dan mempersiapkan diri dalam pembangunan nasional untuk menjadi pemimpin bangsa, termasuk sebagai calon presiden dan wakil presiden.
"Sementara terhadap perbandingan usia pemimpin negara di dunia, ada 45 negara yang mensyaratkan usia 35 tahun untuk menjadi pemimpin negara, seperti Amerika Serikat, Rusia, India, dan Portugal. Sementara itu, ada 38 negara memberikan syarat usia 40 tahun," tegas Habiburokhman.
Pada persidangan tersebut, Presiden Jokowi atau pemerintah juga telah memberikan keterangan yang disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar-Lembaga Kementerian Dalam Negeri, Togap Simangunsong. Dalam keterangannya, Togap menuturkan, dibutuhkan syarat tertentu untuk memilih presiden dan wakil presiden yang memiliki integritas.
Sebagaimana disebutkan pada Pasal 6 ayat (2) UUD 1945, syarat ini merupakan kewenangan dari DPR dan pemerintah. Namun, tambah Togap, syarat tersebut tetap memperhatikan aspek dan dinamika yang berkembang dalam pemerintahan serta berpedoman pada nilai dasar Pancasila dan UUD 1945.
"Jadi, batas usia tidak diatur dalam UUD 1945. Pengaturan batas usia dalam aktivitas penyelenggaraan pemerintahan dalam pasal yang diujikan ini sifatnya adalah open legal policy bagi pembentuk undang-undang," ungkap dia.
BACA JUGA
Jika merujuk pada ketentuan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945, kata Togap, siapa pun warga negara memiliki hak sama untuk mengabdikan diri dalam penyelenggaraan negara dengan kemampuan masing-masing. Atas objek ini, menurut Togap, MK pernah memutus dalam Putusan Nomor 15/PUU-V/2007. Dalam putusan itu, MK mengemukakan jabatan dan aktivitas pemerintahan banyak ragamnya, sehingga ukuran dan ketentuan atas jabatan dalam mendudukinya pun berbeda-beda.
Disebutkan juga UUD 1945 tidak menentukan kriteria minimum usia bagi pemimpin atau pejabat negara sehingga UUD 1945 menyerahkan pada pembentuk undang-undang mengaturnya. Karena itu, aturan batas usia capres dan cawapres dapat saja berubah sesuai kebutuhan yang berkembang dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia.
"Dan dalam penyertaan pemerintahan, kita wajib berpedoman pada UUD 1945 dan Pancasila sebagai sumber hukum. Termasuk pula dalam menghadapi perkembangan dinamika batasan usia capres cawapres, karena hal ini merupakan suatu yang bersifat adaptif dan fleksibel sesuai kebutuhan ketatanegaraan,” kata Togap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar