Mahasiswa Palestina di RI Bingung Tak Bisa Pulang karena Agresi Israel
--
Mahasiswa asal Palestina, Raed Alrada, menceritakan keluh kesahnya tentang sejumlah rekan mahasiswa senegaranya yang kesulitan terkait kartu izin tinggal terbatas (KITAS) di Indonesia di tengah agresi Israel ke Palestina.
Kepada CNN Indonesia, Raed yang merupakan Ketua Persatuan Mahasiswa Palestina di Indonesia (PMPI) mengaku sejumlah mahasiswa Palestina kebingungan karena tak bisa pulang ke Gaza jika izin tinggalnya habis.
Raed sendiri merupakan pemuda 26 tahun kelahiran Khan Younis, Jalur Gaza. Kampung halamannya telah rata dengan tanah imbas serangan Zionis. Keluarganya pun terpisah menyelamatkan diri ke beberapa titik pengungsian di Rafah.
Saat ini, Raed berstatus mahasiswa S2 di Universitas Indonesia dan tinggal di Indonesia dengan visa mahasiswa. Ia sebelumnya lulus dari Fakultas Teknik Elektro Universitas Lampung (Unila) sebagai lulusan terbaik.
Raed sempat pulang ke Rafah usai wisuda dari Unila. Ia kembali lagi ke Indonesia setelah diterima sekolah magister di UI. Namun tak semua anggota PMPI seberuntung dirinya.
"Seperti yang kita tahu bahwa izin tinggal mahasiswa dari manapun itu selesai ketika mahasiswa ini wisuda. Dalam rangka ini, terdapat beberapa mahasiswa Palestina yang mengalami kasus ini. Kalau memang keadaan normal ya mereka bisa pulang saja, tapi sayangnya keadaan di Palestina sekarang khususnya di jalur Gaza tidak seperti biasa. Gaza sudah benar-benar diblokade dari semua arah, tidak boleh ada yang keluar atau masuk," kata Raed kepada CNN Indonesia.
Raed menceritakan permasalahan rekan-rekannya sesama mahasiswa Palestina di Indonesia yang saat ini bingung untuk mencari tempat tinggal yang aman.
Di satu sisi, mereka tak bisa pulang karena situasi Gaza yang tidak baik-baik saja. Namun di sisi lain, mahasiswa juga tak bisa menetap di Indonesia karena KITAS yang akan berakhir ketika mereka menyelesaikan studi.
"Untuk mencari negara ketiga itu susah banget sekarang dan hampir tidak ada yang mau menerima, apa lagi butuh biaya yang tidak sedikit kalau mau ngurus dokumen atau apply untuk visa tertentu dengan kemungkinan besar akan ditolak," kata Raed.
Menurut Raed, mengupayakan tetap tinggal di Indonesia juga bukan perkara mudah. Pasalnya, kebijakan dari Kementerian Pendidikan Indonesia khususnya bagi beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) yaitu mahasiswa harus pulang atau mencari negara ketiga jika kontrak beasiswa mereka telah habis masanya.
Raed sendiri sudah berusaha mengajukan permohonan untuk meneruskan visa tinggal untuk sesama mahasiswa asal Palestina, namun belum kunjung dikabulkan.
Temannya, Abdullah, bahkan sudah harus meninggalkan Indonesia sebelum akhir bulan ini, situasi yang begitu kompleks karena Abdullah tak tahu harus menyelamatkan diri ke mana. Sekitar 60 warga Palestina saat ini terdaftar sebagai pelajar dan mahasiswa di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia.
Sejak Israel meluncurkan agresi ke Jalur Gaza pada Oktober lalu, 2,3 juta warga Palestina terpaksa menyelamatkan diri dari satu wilayah ke wilayah lain.
Warga Palestina terus mencari pengungsian aman, salah satunya dengan pergi ke luar negeri. Namun, upaya ini sulit lantaran pasukan militer Zionis mengepung seluruh sisi daerah kantong tersebut.
Untuk masuk maupun ke luar dari Gaza butuh izin dari Israel. Begitu pula dengan bantuan-bantuan kemanusiaan.
Saat ini, Gaza dihantam kelaparan parah imbas blokade jalur kemanusiaan oleh Zionis. Warga Palestina juga tak mendapatkan akses kesehatan yang layak, air bersih, serta kebutuhan vital lainnya.
Lebih dari 38.700 warga Gaza telah tewas sejak agresi. Mayoritas korban ialah anak-anak dan perempuan.
(blq/bac)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar