Awas, Dampak Tak Langsung Tarif Resiprokal Ancam RI - Validnews - Opsiin

Informasi Pilihanku

test banner

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Awas, Dampak Tak Langsung Tarif Resiprokal Ancam RI - Validnews

Share This

 

Awas, Dampak Tak Langsung Tarif Resiprokal Ancam RI

Suasana bongkar muat peti kemas di Terminal Peti Kemas Koja, Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (18/12/2024). AntaraFoto/Dhemas Reviyanto

JAKARTA - Peneliti INDEF, Ahmad Heri Firdaus menilai adanya pengenaan tarif resiprokal atau tarif impor tinggi yang diberikan Amerika Serikat (AS) kepada negara-negara mitra dagang mereka yang menyumbang defisit neraca dagang, cenderung sebagai penarik perhatian agar negara di dunia mau mengajak AS berunding dalam hal perdagangan.

Pasalnya, sebelum Trump mengutak atik kebijakan tarif impornya, Heri menyebutkan bahwa AS sudah mengetatkan kebijakan impor mereka melalui banyaknya kebijakan hambatan non tarif atau non tariff measures (NTMs).

Heri menyebutkan, hampir seperempat PDB dunia berasal dari AS. Maka tak heran jika AS menerapkan kebijakan ekonomi eksternal, hal itu akan mempengaruhi volume perdagangan dan aliran modal di hampir seluruh negara di dunia.

Menurutnya, AS telah lama menerapkan kebijakan NTMs pada seluruh produk impor yang masuk ke negara mereka. Hal ini terlihat salah satunya dari indikator Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) dan Technical Barriers to Trade (TBT), yang banyak diterapkan pada produk impor mereka. Apabila dibandingkan dengan Indonesia, jumlahnya jauh lebih banyak.

Baca Juga: Hadapi Tarif Trump, Ekonom Bagikan Kebijakan Jangka Pendek-Panjang Buat RI

Perlu diketahui, penetapan SPS dan TBT berlaku untuk produk pertanian maupun lainnya, yang ditujukan untuk meningkatkan perlindungan konsumen, pelabelan dengan bahasa lokal, perlindungan kesehatan atau lingkungan, memastikan agar produk yang masuk memiliki kualitas dan standar yang sesuai ketentuan.

Rincinya, AS di tahun 2021 sudah menerapkan indikator SPS dan TBT pada 479 jenis produk impor. Jumlahnya naik di 2022 menjadi 541 produk, tahun 2023 menjadi 551 produk, tahun 2024 sebanyak 495 produk, dan terakhir di 2025 sampai saat ini sudah 149 produk.

Jumlah indikator SPS dan TBT tersebut jauh di atas dari yang diterapkan oleh Indonesia, yakni di 2021 hanya 33 produk impor, 2022 sebanyak 19 produk impor, 2023 sebanyak 22 produk, 2024 sebanyak 32 produk, dan 2025 ada 43 produk.

"Artinya, kalau kita impor dari Amerika Serikat, mereka tidak terlalu terganggu dengan kebijakan NTM kita. Karena memang NTM kita relatif jauh lebih sedikit...Jadi ini sebenarnya yang lebih menghambat kebijakan non tarifnya kan AS. Mereka sangat menseleksi bahkan menyulitkan produk-produk yang akan masuk AS," ungkap Heri dalam diskusi daring INDEF 'Waspada Genderang Perang Dagang', Jumat (4/4).

Dampak Bagi Indonesia
Lebih lanjut Heri menyampaikan, berdasarkan Model Global Trade Analysis Project (GTAP), pengenaan tarif resiprokal berdampak terhadap penurunan GDP beberapa negara mitra AS. Dampak terbesar dialami Vietnam yang turun 0,84%, disusul China turun 0,61%, Thailand turun 0,35%, Malaysia turun 0,11%, India turun 0,06%, dan Indonesia turun 0,05%. Lalu Jepang turun 0,04%, Korea Selatan turun 0,03%, Filipina turun 0,03%, dan Uni Eropa (EU) turun 0,01%.

Heri menyebut keputusan Trump menetapkan tarif resiprokal ke Indonesia dan banyak negara lainnya dengan level tinggi, bahkan Indonesia mencapai 32%, cenderung memberi kesan agar seluruh negara melibatkan AS dalam berdiskusi.

"Kita dikenakan tarif puluhan persen, sepertinya itu memancing mata dunia untuk mengajak atau mengobrol AS supaya kita mohon-mohon agar mau diskusi dengan mereka untuk tidak dikenakan tarif yang lebih besar," tuturnya.

Baca Juga: AS Tuding RI Terapkan Tarif Impor 64%, Ekonom: Tak Ada Basis Ekonomi Yang Jelas

Sementara secara khusus per sektor, pengenaan tarif resiprokal memberikan dampak penurunan pertumbuhan produksi. Di Indonesia, pukulan paling besar diterima sektor manufaktur lainnya yang turun 22,11%, sektor peralatan elektronik turun 10,14%, sektor tekstil dan apparel turun 7,34%, sektor komponen elektrik turun 6,25%, dan sektor kimia turun 4,42%. Penurunan tersebut bukan saja imbas penurunan ekspor Indonesia ke AS, namun juga pengaruh tidak langsung dari menurunnya ekspor negara lain ke AS, seperti China dan Vietnam.

Bahkan Heri menyatakan bahwa ekspor Indonesia berpotensi turun 2,83% dan impor turun 2,22% usai adanya dampak tarif resiprokal.

"Ekspor Indonesia dan negara-negara lain itu akan diprediksi akan berkurang, yang secara tidak langsung ini akan berpengaruh terhadap ekspor kita ke negara-negara seperti China dan Vietnam. Yang dikhawatirkan sebenarnya dampak tidak langsungnya, dengan berkurangnya permintaan atau ekspor China ke AS, maka akan berpengaruh pada ekspor Indonesia ke China. Ini yang perlu diantisipasi dengan serius," tandas Heri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here