Pahitnya PHK dan Manisnya Perjuangan Yogi untuk Keluarga Halaman all - Kompas
/data/photo/2024/08/23/66c835d8d6d3c.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Yogi (27), pria yang kini harus menghadapi kenyataan pahit setelah kehilangan pekerjaan, mengisahkan perjalanan hidupnya yang berubah drastis sejak saat itu.
Pada bulan Oktober 2024, ketika Yogi sedang melaksanakan tugas rutinnya, sebuah pesan singkat dari HRD mengundangnya untuk bertemu.
"Saya kira mau bahas perpanjangan (kontrak). Karena kontrak saya habis pada Februari (2025)," ujar Yogi ketika berbincang dengan Kompas.com, Senin (12/5/2025), seiring mengenang harapan yang belum usai.
Namun, apa yang semula dianggap harapan, justru berbalik menjadi kenyataan pahit.
Dua Langkah Kejaksaan Hadapi Premanisme
Yogi, yang telah bekerja selama dua tahun sembilan bulan, harus menerima kenyataan bahwa dirinya menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Baca juga: Siapa Sangka, Saya Kena PHK Sebulan Setelah Anak Pertama Lahir?”
Ia mencoba mengungkapkan kepada pihak HRD bahwa ia baru saja menjadi seorang ayah, berharap itu bisa menolongnya, tetapi ternyata alasan itu tak cukup kuat untuk menggugah hati mereka.
"Dari awal bertemu HRD sudah (menjelaskan). Cuma ya begitu, daripada paklaring saya enggak keluar, terus nama saya jelek, jadi saya iyakan saja. Soalnya dia (HRD) sudah mengarah ke situ," katanya.
Malam itu, setelah pertemuan yang penuh beban, Yogi pulang dengan langkah berat, hati yang rapuh, dan membawa kabar buruk itu kepada istrinya.
"Kondisinya saat itu (istri) kaget. Mana ada yang sangka anak baru lahir satu bulan terus tiba-tiba dapat informasi lakinya kena PHK?" ujarnya
Meskipun dunia terasa begitu gelap, sang istri memberikan dukungan tanpa syarat, meyakini keadaan ekonomi Indonesia memang sedang tak bersahabat.
Namun, Yogi tetap harus menghadapi kenyataan bahwa hingga kini, ia belum menemukan pekerjaan tetap yang diidam-idamkannya.
Baca juga: Kisah Yogi Di-PHK karena Disingkirkan Ordal: Anak Baru Lahir, Pekerjaan Hilang
“Ya awalnya saya pikir pas saya kena PHK, nanti awal tahun (2025) mungkin banyak yang buka. Eh ekonomi makin hancur, perusahaan apapun itu banyak juga yang kena PHK,” ujarnya.
Meski demikian, ia masih memiliki harapan, dibantu dengan tabungan yang tersisa serta dukungan istrinya yang bekerja untuk menopang keluarga mereka.
Beruntung, Yogi masih bisa mencari tambahan rezeki dengan pekerjaan sampingan.
“Ya mungkin sudah 100-an saya kirim (lamaran) ke beberapa perusahaan. Kecantol untuk panggilan interview sih sudah ada, tapi belum diterima,” jelas Yogi.
Persaingan yang semakin ketat dan tuntutan perusahaan yang semakin tinggi semakin memperburuk kondisi.
“Ditambah lagi sekarang perusahaan maunya yang bisa semuanya, tapi gaji segitu saja. Belum lagi usia, sekarang kebanyakan perusahaan batas usia 21 hingga 27 tahun. Di atas itu, jarang,” keluhnya.
Baca juga: Badai PHK 2025, Puan Desak Negara Aktif Dampingi Pekerja Terdampak
Lebih mengiris lagi, Yogi harus bersaing dengan ordal, yang merupakan juniornya di perusahaan sebelumnya.
"Sama-sama lolos nih ke tahap berikutnya. Tapi, dia yang diterima karena di situ ada abang iparnya. Tetap, kekuatan ordal itu masih paling kuat di negara ini," tambahnya.
Kini, Yogi hanya bisa bertahan dengan sisa tabungannya dan pekerjaan sampingan yang tidak pasti.
"Harapannya bisa dapat pekerjaan lagi dong pastinya, buat menyenangkan anak, istri, dan keluarga. Sekarang tetap berjuang dan tabah sampai akhir," tutupnya.
(Reporter: Baharudin Al Farisi | Editor: Larissa Huda)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar