Erick Thohir Masih Berhitung Soal Impor KRL Bekas Jepang
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir belum bisa memutuskan impor KRL bekas dari Jepang. Salah satunya, mempertimbangkan kesanggupan produksi PT Industri Kereta Api (INKA).
Menurutnya, produk PT INKA memiliki dua kualitas, yaitu versi dalam negeri dan yang bekerja sama dengan perusahaan produsen gerbong asal Swis, Stadler.
"Nah tentu kita lihat kapasitas produksinya berapa, transparan saja, silakan diaudit. Kalau ternyata INKA ini sanggup produksi, misalnya 2.000 dan mencukupi seluruh kebutuhan, ya jangan impor," kata Erick di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (3/5).
Namun, di sisi lain ia menyebut EBITDA PT INKA saat ini masih negatif. Karenanya, diperlukannya dukungan arus kas (cash flow) kepada PT INKA. Jika tidak perputaran uang kas itu, maka tidak mungkin INKA bisa memproduksi jumlah yang dibutuhkan.
Di satu sisi, Erick pun meminta PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) untuk membuat proyeksi pertumbuhan penumpang dalam 5 tahun ke depan. Dengan begitu, bisa dipetakan berapa gerbong yang dibutuhkan. Setelah itu, proyeksi pertumbuhan itu bisa dikaitkan dengan kondisi atau kapasitas produksi PT INKA.
"Kita harus menghitung ulang kebutuhan gerbongnya berapa. Saya menolak impor jika terjadi mark up dan saya akan minta BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) untuk audit ulang jika memang terjadi mark up," ujar Erick.
"Namun, kalau kita membutuhkan impor maka kita terbuka, tetapi perlu duduk dengan data yang sama, dan kalau ada korupsi, saya akan sikat," imbuhnya.
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fakcdn.detik.net.id%2Fcommunity%2Fmedia%2Fvisual%2F2022%2F03%2F14%2Fshopee_169.jpeg)
Ia mengklaim sudah berdiskusi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Komisi IV DPR terkait impor KRL bekas ini.
Sementara itu, hasil audit BPKP secara garis besar tidak merekomendasikan impor KRL bekas dari Jepang.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto mengungkapkan hasil audit BPKP memberikan beberapa pertimbangan kepada pemerintah soal isu impor KRL bekas yang diinginkan PT KCI.
Pertama, impor KRL bekas dipandang tidak mendukung perkembangan industri perkeretaapian nasional. Kedua, Kemendag telah memberikan tanggapan bahwa permohonan dispensasi impor KRL bekas Jepang demi memenuhi kebutuhan armada KRL tidak dapat dipertimbangkan karena fokus pemerintah adalah produk dalam negeri dan substitusi impor.
Ketiga, impor KRL kurang tepat, karena ada beberapa unit sarana yang bisa dioptimalkan.
"Dari BPKP menemukan seperti itu," kata Seto pada Kamis (6/4) lalu.
Keempat, terkait estimasi biaya menyangkut pengadaan dari Japan Railway yang dibayarkan. Ia mengatakan hasil audit BPKP menunjukkan terkait biaya kewajaran handling dan transportasi dari Jepang ke Indonesia yang diajukan KCI tidak dapat diyakini kewajarannya karena pengangkutan harus menggunakan kapal kargo.
Atas hasil audit BPKP itu, Seto mengatakan jajaran eselon 1 Kemenko Marinves langsung menggelar pertemuan. Hasilnya, pemerintah meminta PT KCI melakukan peninjauan kembali atas operasi dan sarana yang ada saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar