Meski Rupiah Tertekan, Industri Makanan dan Minuman Belum Naikkan Harga
Kamis, 18 April 2024 | 11:07 WIB
Ayos Carlos / WBP
Sejumlah pekerja melakukan bongkar muat terigu di Jakarta, Senin, 18 Mei 2020. (Beritasatu Photo/Joanito De Saojoao)
Jakarta, Beritasatu.com - Pelaku industri makanan dan minuman (mamin) mengaku belum akan menaikkan harga jual produk meski nilai tukar mata uang rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Kebanyakan belum merencanakan naik harga, masih wait and see," kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman saat dihubungi Beritasatu.com, Kamis (18/4/2024).
Dia mengatakan ambruknya rupiah di level Rp 16.000 per dolar AS, bakal memukul industri mamin dalam negeri, terutama yang bergantung dari bahan baku impor. Pelemahan rupiah berdampak terhadap biaya pokok produksi hingga ongkos logistik.
Menurut Adhi, bahan baku sebagian besar industri makanan dan minuman di dalam negeri masih mengandalkan impor. Sebut saja gula dan tepung terigu yang 650 diimpor. "Banyak perusahaan sektor kami yang mengandalkan impor, seperti gula 650 impor, garam 70%, susu 80%, kedelai 70%, terigu 650 dan lain sebagainya," kata Adhi.
Dia mengatakan besarnya bahan baku yang harus diimpor oleh pelaku usaha mamin di dalam negeri, menjadi hal krusial yang harus disikapi. "Yang pasti banyak dampaknya efek pelemahan nilai tukar rupiah," kata Adhi.
Menurut Adhi, jika kondisi rupiah semakin tertekan dalam waktu lama, maka industri mamin akan menaikkan harga sebagai imbas kenaikkan biaya pokok produksi hingga logistik.
Hingga saat ini, kata dia, industri mamin masih mencermati pergerakan rupiah. Untuk itu, pengusaha mamin berharap pada pemerintah untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.
Simak berita dan artikel lainnya di
Google News
Ikuti terus berita terhangat dari Beritasatu.com via whatsapp
Bagikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar