Cerita Desa Keyongan, Tempat Sunan Kalijaga Temukan Kayu untuk Tiang Masjid Halaman all - Kompas.com
GROBOGAN, KOMPAS.com - Sebuah perkampungan terpencil di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah menjadi saksi bisu sepak terjang salah satu tokoh Walisongo, Sunan Kalijaga saat mencari kayu jati berkualitas untuk tiang Masjid Agung Demak.
Desa yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, itu bermukim di tengah-tengah kawasan hutan yang masih asri.
Ya, desa yang dihuni sekitar 5.880 jiwa penduduk itu, yakni Desa Keyongan. Permukiman yang masuk wilayah Kecamatan Gabus ini jauh dari hiruk pikuk perkotaan dengan jarak tempuh sekitar 2 jam perjalanan darat dari Kota Purwodadi, Grobogan.
Nama "Keyongan" merupakan pemberian Sunan Kalijaga. Keyongan diambil dari kata dasar keong (Pila ampullacea), yakni sejenis siput air yang mudah dijumpai di perairan tawar Asia tropis, seperti di sawah, aliran parit, serta danau.
Dari mitologi masyarakat setempat, hewan bercangkang itu dahulunya banyak bermunculan di setiap sudut desa tersebut. Kemunculan habitat keong itu tak lepas dari peran Sunan Kalijaga di sela perburuannya mencari kayu jati berkualitas untuk penyangga atau tiang Masjid Agung Demak.
Kala itu Sunan Kalijaga tertarik untuk mencari kayu jati di wilayah Kabupaten Grobogan.
Pilihannya tertuju ke Kabupaten Grobogan karena saat itu kawasan hutan di sana terkenal akan kualitas jatinya yang berbobot.
Dari situlah, langkah kaki Sunan Kalijaga akhirnya terhenti di hutan di wilayah yang kini dikenal sebagai Desa Keyongan.
"Nah, saat itu Sunan Kalijaga kesulitan mencari sumber air untuk berwudhu. Atas doanya kemudian muncul sumber air yang perlahan banyak ditumbuhi tanaman sambeng. Lokasi itu menjadi sendang yang dinamai sendang sambeng. Perlahan pula banyak bemunculan keong di desa hingga akhirnya dinamai desa Keyongan," terang Kepala Desa Keyongan, Budi Hartono saat ditemui Kompas.com, Jumat (31/5/2019).
Tatal
Di kawasan hutan jati di wilayah Desa Keyongan, Sunan Kalijaga berhasil menemui beberapa pohon kayu jati berukuran besar yang berkualitas tinggi.
Hanya saja, karena saat itu tidak ada akses yang memadai untuk memboyongnya ke wilayah Kesultanan Demak, Sunan Kalijaga lantas lebih memilih mengumpulkan serpihan-serpihan kayu jati tersebut.
"Tidak ada sungai besar untuk menghanyutkan kayu jati berukuran besar tersebut, sehingga Sunan Kalijaga hanya membawa serpihan-serpihan kayu jati itu atau tatal. Jadi, salah satu tiang utama Masjid Agung Demak terbuat dari serpihan-serpihan kayu jati dari sini. Hasil karya Sunan Kalijaga dengan kelebihannya. Kayu jati asal sini atau pegunungan Kendeng selatan memang berkualitas," kata Budi.
Sebagaimana diketahui, Masjid Agung Demak merupakan salah satu situs bersejarah yang penting dalam sejarah penyebaran Islam di tanah Jawa.
Masjid yang didirikan oleh Raden Fatah pada sekitar 1401 atau abad ke-15 ini menjadi pusat berkumpulnya para Wali Songo ketika mengawali penyebaran agama Islam di tanah Jawa.
Empat tiang (saka guru) Masjid Agung Demak terbuat dari kayu jati dengan tinggi masing-masing 16 meter yang berfungsi sebagai penopang seluruh material masjid.
Menurut cerita rakyat, tiang utama dan atap sirap masjid tersebut adalah hasil karya para wali, yaitu Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga.
Salah satu saka guru hasil karya Sunan Kalijaga tidak terbuat dari kayu utuh sebagaimana layaknya tiang utama, tetapi dari serpihan-serpihan kayu (tatal) yang disusun dan diikat.
Hingga kini, jejak-jejak Sunan Kalijaga di Desa Keyongan terjaga dengan baik secara turun temurun di kalangan warga setempat.
Dalam upaya menjunjung tinggi kearifan lokal, para warga pun menyimpan rapat Sunan Kalijaga sebagai bagian dari sejarah berdirinya Desa Keyongan.
"Turun temurun sejak dari leluhur hingga kini, kami begitu rapi menyimpan sejarah ini untuk melindungi kelestariannya. Tak banyak yang tahu karena selama ini kami hanya berdiam," kata Budi.
Tokoh masyarakat Desa Keyongan, Wakimin (85), menyampaikan, salah satu bukti bahwa Sunan Kalijaga pernah mencari kayu jati hingga syiar agama Islam di desanya adaah dengan keberadaan makam satu di antara santrinya yang dikebumikan di perbukitan setempat. Murid kepercayaan Sunan Kalijaga yang dulunya pernah berguru pada Sunan Kudus tersebut dikenal dengan nama Raden Suwito atau Sekh Abdul Rohman.
Setelah rampung mencari kayu jati, Sunan Kalijaga yang pulang kembali ke Kesultanan Demak selanjutnya memerintahkan Syekh Abdul Rohman untuk menjaga peninggalan-peninggalannya yang dikubur di perbukitan kendeng selatan itu atau yang lebih dikenal dengan nama Gunung Kuncup.
Dalam kesempatan itu pula, Syekh Abdul Rohman sekaligus meneruskan syiar Agama Islam di Desa Keyongan hingga akhir hayatnya.
"Pohon kayu jati sisa hasil perburuan Sunan Kalijaga dikubur di bukit desa keyongan yang dikenal dengan nama gunung kuncup. Peralatannya mencari kayu dan berdakwah juga dikubur di Gunung Kuncup, termasuk juga senjata-senjata kerajaan Demak Bintoro. Syekh Abdul Rohman dipercaya untuk menjaganya dan meneruskan berdakwah sampai akhir hidupnya," kata Sukimin.
Suwadi (58), juru kunci makam Syeh Abdul Rohman adalah generasi keempat yang dipercaya untuk menjaga makam murid Sunan Kalijaga tersebut. Menurut dia, Syekh Abdul Rohman adalah seorang santri terpilih, murid Sunan Kalijaga. Sebelumnya, Syekh Abdul Rohman adalah murid Sunan Kudus yang diperintahkan untuk berguru ke Sunan Kalijaga.
"Syekh Abdul Rahman melanjutkan berdakwah hingga dimakamkan di sini. Peninggalan-peninggalan Sunan Kalijaga dikubur rapi di Gunung Kuncup dan dijaga dengan baik oleh Syekh Abdul Rahman. Sampai saat ini ada juga orang yang berziarah ke makam, namun tak terlalu banyak karena kisah ini tak pernah terpublikasikan," kata Suwadi.
Komentar
Posting Komentar